Penjelasan Atas Undang-Undang Republik Indonesia

Nomor 13 Tahun 2003

Tentang Ketenagakerjaan

 

BAB I

KETENTUAN UMUM

PASAL 1

Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan :

Ketenagakerjaan adalah segala hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum, selama dan sesudah masa kerja.

Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat.

Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain.

Pemberi kerja adalah orang perseorangan, pengusaha, badan hukum, atau badan-badan lainnya yang memperkerjakan tenaga kerja dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain.

Pengusaha adalah :

orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan milik sendiri ;

orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya;

orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang berada di Indonesia mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud dalam huruf (a) dan huruf (b) yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia .

Perusahaan adalah :

setiap bentuk usaha yang berbadan hukum atau tidak, milik orang perseorangan, milik persekutuan, atau milik badan hukum, baik milik swasta maupun milik negara yang memperkerjakan pekerja/buruh dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain;

usaha-usaha sosial dan usaha-usaha lain yang mempunyai pengurus dan memperkerjakan orang lain dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain.

Perencanaan Tenaga Kerja adalah proses penyusunan rencana ketenagakerjaan secara sistimatis yang dijadikan dasar dan acuan dalam penyusunan kebijakan, strategi dan pelaksanaan program pembangunan ketenagakerjaan yang berkesinambungan.

Informasi Ketenagakerjaan adalah gabungan, rangkaian dan analisis data yang berbentuk angka yang telah diolah, naskah dan dokumen yang mempunyai arti, nilai dan makna tertentu mengenai ketenagakerjaan.

Pelatihan Kerja adalah keseluruhan kegiatan untuk memberi, memperoleh, meningkatkan, serta mengembangkan kompetensi kerja, produktivitas, disiplin, sikap, dan etos kerja pada tingkat ketrampilan dan keahlian tertentu sesuai dengan jenjang dan kualifikasi jabatan atau pekerjaan.

Kompetensi Kerja adalah kemampuan kerja setiap individu yang mencakup aspek pengetahuan, ketrampilan dan sikap kerja yang sesuai dengan standar yang ditetapkan.

Pemagangan adalah bagian dari sistem pelatihan kerja yang diselenggarakan secara terpadu antara pelatihan di lembaga pelatihan dengan bekerja secara langsung di bawah bimbingan dan pengawasan instruktur atau pekerja/buruh yang lebih berpengalaman, dalam proses produksi barang dan/atau jasa di perusahaan, dalam rangka menguasai ketrampilan atau keahlian tertentu.

Pelayanan penempatan tenaga kerja adalah kegiatan untuk mempertemukan tenaga kerja dengan pemberi kerja, sehingga tenaga kerja dapat memperoleh pekerjaan yang sesuai dengan bakat, minat dan kemampuannya, dan pemberi kerja dapat memperoleh tenaga kerja yang sesuai dengan dengan kebutuhannya.

Tenaga kerja asing adalah warga warga negara asing pemegang visa dengan maksud bekerja di wilayah Indonesia .

Perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak.

Hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha dengan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja, yang mempunyai unsur pekerja, upah, dan pemerintah.

Hubungan industrial adalah suatu sistem hubungan yang terbentuk antara para pelaku dalam proses produksi barang dan/atau jasa yang terdiri dari unsur pengusaha, pekerja/buruh, dan pemerintah yang didasarkan pada nilai-nilai Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Serikat pekerja/serikat buruh adalah organisasi yang dibentuk dari, oleh, dan untuk pekerja/buruh baik di perusahaan maupun di luar perusahaan, yang bersifat bebas, terbuka, mandiri, demokrasi, dan bertanggung jawab guna memperjuangkan, membela serta melindungi hak dan kepentingan pekerja/buruh serta meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya.

Lembaga kerja sama bipartit adalah forum komunikasi dan konsultasi mengenai hal-hal yang berkaitan dengan hubungan industrial di satu perusahaan yang anggotanya terdiri dari pengusaha dan serikat pekerja/buruh yang sudah tercatat di instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan atau unsur pekerja/buruh.

Lembaga kerja sama tripartit adalah forum komunikasi, konsultasi dan musyawarah tentang masalah ketenagakerjaan yang anggotanya terdiri dari unsur organisasi pengusaha, serikat pekerja/serikat buruh, dan pemerintah.

Peraturan perusahaan adalah peraturan yang dibuat secara tertulis oleh pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja dan tata tertib perusahaan.

Perjanjian kerja bersama adalah perjanjian yang merupakan hasil perundingan antara serikat pekerja/serikat buruh atau beberapa serikat pekerja/serikat buruh yang tercatat pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan dengan pengusaha, atau beberapa pengusaha atau perkumpulan pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban kedua belah pihak.

Perselisihan hubungan industrial adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh karena adanya perselisihan pemutusan hubungan kerja serta perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan.

Mogok kerja adalah tindakan pekerja/buruh yang direncanakan dan dilaksanakan secara bersama-sama dan/atau oleh serikat pekerja/serikat buruh untuk menghentikan atau memperlambat pekerjaan.

Penutupan perusahaan (lock out) adalah tindakan pengusaha untuk menolak pekerja buruh seluruhnya atau sebagian untuk menjalankan pekerja.

Pemutusan hubungan kerja adalah pengakhiran hubungan kerja karena karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja/buruh dan pengusaha.

Anak adalah setiap orang yang berumur dibawah 18 (delapan belas) tahun.

Siang hari adalah waktu antara pukul 06.00 sampai dengan pukul 18.00.

1 (satu) hari adalah waktu selama 24 (dua puluh empat) jam.

Seminggu adalah waktu selama 7 (tujuh) hari.

Upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu pekerja dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan.

Kesejahteraan pekerja/buruh adalah suatu pemenuhan kebutuhan dan/atau keperluan yang bersifat jasmaniah dan rohaniah, baik di dalam maupun di luar hubungan kerja, yang secara langsung atau tidak langsung dapat mempertinggi produktivitas kerja dalam lingkungan kerja yang aman dan sehat.

Pengawasan ketenagakerjaan adalah kegiatan mengawasi dan menegakkan pelaksanaan peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan.

Menteri adalah menteri yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan.

BAB III

KESEMPATAN DAN PERLAKUAN YANG SAMA

Pasal 5

Setiap tenaga kerja memiliki kesempatan yang sama tanpa diskriminasi untuk memperoleh pekerjaan.

Pasal 6

Setiap pekerja/buruh berhak memperoleh perlakuan yang sama tanpa diskriminasi pengusaha.

BAB IV

PERENCANAAN TENAGA KERJA DAN INFORMASI KETENAGAKERJAAN

Pasal 7

Dalam rangka pembangunan ketenagakerjaan, pemerintah menetapkan kebijakan dan menyusun perencanaan tenaga kerja.

Perencanaan tenaga kerja meliputi :

Perencanaan tenaga kerja makro ; dan

Perencanaan tenaga kerja mikro.

Dalam penyusunan kebijakan, strategi, dan pelaksanaan program pembangunan ketenagakerjaan yang berkesinambungan, pemerintah harus berpedoman pada perencanaan tenaga kerja sebagaimana pada ayat (1).

Pasal 8

Perencanaan tenaga kerja disusun atas dasar informasi ketenagakerjaan yang antara lain meliputi :

Penduduk dan tenaga kerja ;

Kesempatan kerja ;

Pelatihan kerja termasuk kompetensi kerja ;

Produktivitas tenaga kerja ;

Hubungan industrial ;

Kondisi lingkungan ;

Pengupahan dan kesejahteraan tenaga kerja; dan

Jaminan sosial tenaga kerja.

Informasi ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diperoleh dari semua pihak yang terkait, baik instansi pemerintah maupun swasta.

Ketentuan mengenai tata cara memperoleh informasi ketenagakerjaan dan penyusunan serta pelaksanaan perencanaan tenaga kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

BAB V

PELATIHAN KERJA

Pasal 9

Pelatihan kerja diselenggarakan dan diarahkan untuk membekali, meningkatkan, dan mengembangkan kompetensi kerja guna meningkatkan kemampuan, produktivitas, dan kesejahteraan.

Pasal 10

Pelatihan kerja dilaksanakan dengan memperhatikan kebutuhan pasar kerja dan dunia usaha, baik di dalam maupun di luar hubungan kerja.

Pelatihan kerja diselenggarakan berdasarkan program pelatihan yang mengacu pada standar kompetensi kerja.

Pelatihan kerja dapat dilakukan secara berjenjang.

Ketentuan mengenai tata cara penetapan standar kompetensi kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Keputusan Menteri.

Pasal 11

Setiap tenaga kerja berhak untuk memperoleh dan/atau meningkatkan dan/atau mengembangkan kompetensi kerja sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya melalui pelatihan kerja.

Pasal 12

Pengusaha bertanggung jawab atas peningkatan dan/atau pengembangan kompetensi pekerjanya melalui pelatihan kerja.

Peningkatan dan/atau pengembangan kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diwajibkan bagi pengusaha yang memenuhi persyaratan yang diatur dengan Keputusan Menteri.

Setiap pekerja/buruh memiliki kesempatan yang sama untuk mengikuti pelatihan kerja dengan bidang tugasnya.

Pasal 13

Pelatihan kerja diselenggarakan oleh lembaga pelatihan kerja pemerintah dan/atau lembaga pelatihan kerja swasta.

Pelatihan kerja dapat diselenggarakan di tempat pelatihan atau tempat kerja.

Lembaga pelatihan kerja pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam menyelenggarakan pelatihan kerja dapat bekerja sama dengan swasta.

Pasal 14

Lembaga pelatihan kerja swasta dapat berbentuk badan hukum Indonesia atau perorangan.

Lembaga pelatihan kerja swasta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memperoleh izin atau mendaftar ke instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan di kabupaten/kota.

Lembaga pelatihan kerja yang diselenggarakan oleh instansi pemerintah mendaftarkan kegiatannya kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan di kabupaten/kota.

Ketentuan mengenai tata cara perizinan dan pendaftaran lembaga pelatihan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Keputusan Menteri.

Pasal 15

Penyelenggaraan pelatihan kerja wajib memenuhi persyaratan :

Tersedianya tenaga kepelatihan ;

Adanya kurikulum yang sesuai dengan tingkat pelatihan ;

Tersedianya sarana dan prasarana pelatihan kerja; dan

Tersedianya dana bagi kelangsungan kegiatan penyelenggaraan pelatihan kerja.

Pasal 16

Lembaga pelatihan kerja swasta yang telah memperoleh izin dan lembaga pelatihan yang telah terdaftar dapat memperoleh akreditasi dari lembaga akreditasi.

Lembaga akreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersifat independen terdiri atas unsur masyarakat dan pemerintah ditetapkan dengan Keputusan Menteri.

Organisasi dan tata kerja lembaga akreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Keputusan Menteri.

Pasal 17

Instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan di kabupaten/kota dapat menghentikan sementara pelaksanaan penyelenggaraan pelatihan kerja, apabila di dalam pelaksanaannya ternyata :

Tidak sesuai dengan arah pelatihan kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9; dan/atau

Tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15.

Penghentian sementara pelaksanaan penyelenggaraan pelatihan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disertai alasan dan saran perbaikan dan berlaku paling lama 6 (enam) bulan.

Penghentian sementara pelaksanaan penyelenggaraan pelatihan kerja hanya dikenakan terhadap program pelatihan yang tidak memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dan Pasal 15.

Bagi penyelenggara pelatihan kerja dalam waktu 6 (enam) bulan tidak memenuhi dan melengkapi saran perbaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikenakan sanksi penghentian program pelatihan.

Penyelenggara pelatihan kerja yang tidak menaati dan tetap melaksanakan program pelatihan kerja yang telah dihentikan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dikenakan sanksi pencabutan izin dan pembatalan pendaftaran penyelenggaraan pelatihan.

Ketentuan mengenai tata cara penghentian sementara, penghentian, pencabutan izin, dan pembatalan pendaftaran diatur dengan Keputusan Menteri.

Pasal 18

Tenaga kerja berhak memperoleh pengakuan kompetensi kerja setelah mengikuti pelatihan kerja yang diselenggarakan lembaga pelatihan kerja pemerintahan, lembaga pelatihan kerja swasta, atau pelatihan di tempat kerja.

Pengakuan kompetensi kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui sertifikasi kompetensi kerja.

Sertifikasi kompetensi kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat pula diikuti oleh tenaga kerja yang telah berpengalaman.

Untuk melaksanakan sertifikasi kompetensi kerja dibentuk badan nasional sertifikasi profesi yang independen.

Pembentukan badan nasional sertifikasi profesi yang independen sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 19

Pelatihan kerja bagi tenaga kerja penyandang cacat dilaksanakan dengan memperhatikan jenis, derajat kecacatan, dan kemampuan tenaga kerja penyandang cacat yang bersangkutan.

Pasal 20

Untuk mendukung peningkatan pelatihan kerja dalam rangka pembangunan ketenagakerjaan, dikembangkan satu sistem pelatihan kerja nasional yang merupakan acuan pelaksanaan pelatihan kerja di semua bidang dan/atau sektor.

Ketentuan mengenai bentuk, mekanisme, dan kelembagaan sistem pelatihan kerja nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 21

Pelatihan kerja dapat diselenggarakan dengan sistem pemagangan.

Pasal 22

Pemagangan dilaksanakan atas dasar perjanjian pemagangan antara peserta dengan pengusaha yang dibuat secara tertulis.

Perjanjian pemagangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sekurang-kurangnya memuat ketentuan hak dan kewajiban peserta dan pengusaha serta jangka waktu pemagangan.

Pemagangan yang diselenggarakan tidak melalui perjanjian pemagangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dianggap tidak sah dan status peserta berubah menjadi pekerja/buruh perusahaan yang bersangkutan.

Pasal 23

Tenaga kerja yang telah mengikuti program pemagangan berhak atas pengakuan kualifikasi kompetensi kerja dari perusahaan atau lembaga sertifikasi.

Pasal 24

Pemagangan dapat dilaksakan di perusahaan sendiri atau di tempat penyelenggaraan pelatihan kerja, atau perusahaan lain, baik di dalam maupun di luar wilayah Indonesia .

Pasal 25

Pemagangan yang dilakukan di luar wilayah Indonesia wajib mendapat izin dari Menteri atau pejabat yang ditunjuk.

Untuk memperoleh izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penyelenggara pemagangan harus berbentuk badan hukum Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Ketentuan mengenai tata cara perizinan pemagangan di luar wilayah Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), diatur dengan Keputusan Menteri.

Pasal 26

Penyelenggaraan pemagangan di luar wilayah Indonesia harus memperhatikan :

Harkat dan martabat bangsa Indonesia ;

Penguasaan kompetensi yang lebih tinggi ; dan

Perlindungan dan kesejahteraan peserta pemagangan, termasuk melaksanakan ibadahnya.

Menteri atau pejabat yang ditunjuk dapat menghentikan pelaksanaan pemagangan di luar wilayah Indonesia apabila di dalam pelaksanaannya ternyata tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Pasal 27

Menteri dapat mewajibkan kepada perusahaan yang memenuhi persyaratan untuk melaksanakan program pemagangan.

Dalam menetapkan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri harus memperhatikan kepentingan perusahaan, masyarakat, dan negara.

Pasal 28

Untuk memberikan saran dan pertimbangan dalam penetapan kebijakan serta melakukan koordinasi pelatihan kerja dan pemagangan dibentuk lembaga koordinasi pelatihan kerja nasional.

Pembentukan, keanggotaan, dan tata kerja lembaga koordinasi pelatihan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur dengan Keputusan Presiden.

Pasal 29

Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah melakukan pembinaan pelatihan kerja dan pemagangan.

Pembinaan pelatihan kerja dan pemagangan ditujukan ke arah peningkatan relevansi, kualitas dan efisiensi penyelenggaraan pelatihan kerja produktivitas.

Peningkatan produktivitas sebagaimana  dimaksud pada ayat (2), dilakukan melalui pengembangan budaya produktif, etos kerja, teknologi, dan efisiensi kegiatan ekonomi, terwujudnya produktivitas nasional.

Pasal 30

Untuk meningkatkan produktivitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (2) dibentuk lembaga produktivitas lembaga produktivitas yang bersifat nasional.

Lembaga produktivitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbentuk jejaring kelembagaan pelayanan peningkatan produktivitas, yang bersifat lintas sektor maupun daerah.

Pembentukan, keanggotaan, dan tata kerja lembaga produktivitas nasional sebagaimana pada ayat (1), diatur dengan Keputusan Presiden.

BAB  VI

PENEMPATAN TENAGA KERJA

Pasal 31

Setiap tenaga kerja mempunyai hak dan kesempatan yang sama untuk memilih, mendapatkan, atau pindah pekerjaan dan memperoleh penghasilan yang di dalam atau di luar negeri.

Pasal 32

Penempatan tenaga kerja dilaksanakan berdasarkan asas terbuka, bebas, obyektif, serta adil, dan setara tanpa diskriminasi.

Penempatan tenaga diarahkan untuk menempatkan tenaga kerja pada jabatan yang tepat sesuai dengan keahlian, keterampilan, bakat, minat, dan perlindungan hukum.

Penempatan tenaga kerja dilaksanakan dengan memperhatikan pemerataan kesempatan kerja dan penyediaan tenaga kerja sasuai dengan kebutuhan program nasional dan daerah.

Pasal 33

Penempatan tenaga kerja terdiri dari :

Penempatan tenaga kerja di dalam negeri ; dan

Penempatan tenaga kerja di luar negeri.

Pasal 34

Ketentuan mengenai penempatan tenaga kerja di luar negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 huruf (b) diatur dengan undang-undang.

Pasal 35

Pemberi kerja yang memerlukan tenaga kerja dapat merekrut sendiri tenaga kerja yang dibutuhkan atau melalui pelaksana penempatan tenaga kerja.

Pelaksana penempatan tenaga kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memberikan perlindungan sejak rekruitmen sampai penempatan tenaga kerja.

Pemberi kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam mempekerjakan tenaga kerja wajib memberikan perlindungan yang mencakup kesejahteraan, keselamatan, dan kesehatan baik mental maupun fisik tenaga kerja.

Pasal 36

Penempatan tenaga kerja oleh pelaksana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1) dilakukan dengan memberikan pelayanan penempatan tenaga kerja.

Pelayanan penempatan tenaga kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersifat terpadu dalam satu sistem penempatan tenaga kerja yang meliputi unsur-unsur :

Pencari kerja ;

Lowongan pekerjaan ;

Informasi pasar kerja ;

Mekanisme antar kerja ; dan

Kelembagaan penempatan tenaga kerja .

Unsur-unsur sistem penempatan tenaga kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilaksanakan secara terpisah yang ditujukan untuk tewujudnya penempatan tenaga kerja.

Pasal 37

Pelaksana penempatan tenaga kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1) terdiri dari :

Instansi pemerintah yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan ; dan

Lembaga swasta berbadan hukum.

Lembaga penempatan tenaga kerja swasta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf (b) dalam melaksanakan pelayanan penempatan tenaga kerja wajib memiliki izin tertulis dari Menteri atau pejabat yang ditunjuk.

Pasal 38

Pelaksana penempatan tenaga kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) huruf (a), dilarang memungut biaya penempatan, baik langsung maupun tidak langsung, sebagian atau keseluruhan kepada tenaga kerja dan pengguna tenaga kerja.

Lembaga penempatan tenaga kerja swasta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) huruf (b), hanya dapat memungut biaya penempatan tenaga kerja dari pengguna tenaga kerja dan dari tenaga kerja golongan dan jabatan tertentu.

Golongan dan jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan Menteri.

BAB  VII

PERLUASAN KESEMPATAN KERJA

Pasal 39

Pemerintah bertanggung jawab mengupayakan perluasan kesempatan kerja baik di dalam maupun di luar hubungan kerja.

Pemerintah dan masyarakat bersama-sama mengupayakan perluasan kesempatan kerja baik di dalam maupun di luar hubungan kerja.

Semua kebijakan pemerintah baik pusat maupun daerah di setiap sektor diarahkan untuk mewujudkan perluasan kesempatan kerja baik di dalam maupun di luar hubungan kerja.

Lembaga kewangan baik perbankan maupun non perbankan, dan dunia usaha perlu membantu dan memberikan kemudahan bagi setiap kegiatan masyarakat yang dapat menciptakan atau mengembangkan perluasan kesempatan kerja.

Pasal 40

Perluasan kesempatan kerja di luar hubungan kerja dilakukan melalui penciptaan kegiatan yang produktif dan berkelanjutan dengan mendayagunakan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia dan tepat guna.

Pencipta perluasan kesempatan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan pola pembentukan dan pembinaan tenaga kerja mandiri, penerapan sistem padat karya, penerapan teknologi tepat guna, dan pendayagunaan tenaga kerja sukarela atau pola lain yang dapat mendorong terciptanya perluasan kesempatan kerja.

Pasal 41

Pemerintah menetapkan kebijakan ketenagakerjaan dan perluasan kesempatan kerja.

Pemerintah dan masyarakat bersama-sama mengawasi pelaksanaan kebijakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dibentuk badan koordinasi yang beranggotakan unsur pemerintah dan unsur masyarakat.

Ketentuan mengenai perluasan kesempatan kerja, dan pembentukan badan koordinasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39, Pasal 40, dan ayat (3) dalam pasal ini diatur dengan Peraturan Pemerintah.

BAB  VIII

PENGGUNAAN TENAGA KERJA ASING

Pasal 42

Setiap pemberi kerja yang mempekerjakan tenaga asing wajib memiliki izin tertulis dari Menteri atau pejabat yang ditunjuk.

Pemberi kerja orang perseorangan dilarang memperkerjakan tenaga kerja asing.

Kewajiban memiliki izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak berlaku bagi perwakilan negara asing yang mempergunakan tenaga kerja asing sebagai pegawai diplomatik dan konsuler.

Tenaga kerja asing dapat dipekerjakan di Indonesia hanya dalam hubungan kerja untuk jabatan tertentu dan waktu tertentu.

Ketentuan mengenai jabatan tertentu dan waktu tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditetapkan dengan Keputusan Menteri.

Tenaga kerja asing sebagaimana dimaksud pada ayat (4) yang masa kerjanya habis dan tidak dapat diperpanjang dapat digantikan oleh tenaga kerja asing lainnya.

Pasal 43

Pemberi kerja yang menggunakan tenaga kerja asing harus memiliki rencana penggunaan tenaga kerja asing yang disahkan oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk.

Rencana penggunaan tenaga kerja asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya memuat keterangan :

Alasan penggunaan tenaga kerja asing ;

Jabatan dan/atau kedudukan tenaga kerja asing dalam struktur organisasi perusahaan yang bersangkutan;

Jangka waktu penggunaan tenaga kerja asing ; dan

Penunjukan tenaga kerja warga negara Indonesia sebagai pendamping tenaga kerja asing yang dipekerjakan.

Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi instansi pemerintah, badan-badan internasional dan perwakilan negara asing.

Ketentuan mengenai tata cara pengesahan rencana penggunaan tenaga kerja asing diatur dengan Keputusan Menteri.

Pasal 44

Pemberi tenaga kerja asing wajib menaati ketentuan mengenai jabatan dan standar kompetensi yang berlaku.

Ketentuan mengenai jabatan dan standar kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Keputusan Menteri.

Pasal 45

Pemberi tenaga kerja asing wajib :

Menunjuk tenaga kerja warga negara Indonesia sebagai tenaga pendamping tenaga kerja asing yang dipekerjakan untuk alih teknologi dan alih keahlian dari tenaga kerja asing ; dan

Melaksanakan pendidikan dan pelatihan kerja bagi tenaga kerja Indonesia sebagaimana dimaksud pada huruf (a) yang sesuai dengan kualifikasi jabatan yang diduduki oleh tenaga kerja asing.

Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi tenaga kerja asing yang menduduki jabatan direksi dan/atau komisaris.

Pasal 46

Tenaga kerja asing dilarang menduduki jabatan yang mengurusi personalia dan/atau jabatan-jabatan tertentu.

Jabatan-jabatan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Keputusan Menteri.

Pasal 47

Pemberi kerja wajib membayar kompensasi atas setiap tenaga kerja asing yang diperkirakannya.

Kewajiban membayar kompensasi sabagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi instansi pemerintah, perwakilan negara asing, badan-badan internasional, lembaga sosial, lembaga keagamaan, dan jabatan-jabatan tertentu di lembaga pendidikan.

Ketentuan mengenai jabatan-jabatan tertentu di lembaga pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Keputusan Menteri.

Ketentuan mengenai besarnya kompensasi dan penggunaannya diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 48

Pemberi kerja yang mempekerjakan tenaga kerja asing wajib memulangkan tenaga kerja asing ke negara asalnya setelah hubungan kerjanya berakhir.

Pasal 49

Ketentuan mengenai penggunaan tenaga kerja asing serta pelaksanaan pendidikan dan pelatihan tenaga kerja pendamping diatur dengan Keputusan Presiden.

BAB  IX

HUBUNGAN  KERJA

Pasal 50

Hubungan kerja terjadi karena adanya perjanjian kerja antara pengusaha dan pekerja/buruh.

Pasal 51

Perjanjian kerja dibuat secara tertulis atau lisan.

Perjanjian kerja yang dipersyaratkan secara tertulis dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 52

Perjanjian kerja dibuat atas dasar :

Kesepakatan kedua belah pihak ;

Kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum ;

Adanya pekerjaan yang diperjanjikan ; dan

Pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Perjanjian kerja yang dibuat oleh para pihak yang bertentangan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf (a) dan huruf (b) dapat dibatalkan.

Perjanjian kerja yang dibuat oleh pihak yang bertentangan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf (c) dan (d) batal demi hukum.

Pasal 53

Segala hal dan/atau biaya yang diperlukan bagi pelaksanaan pembuatan perjanjian kerja dilaksanakan oleh dan menjadi tanggung jawab pengusaha.

Pasal 54

Perjanjian kerja yang dibuat secara tertulis  sekurang-kurangnya memuat :

Nama, alamat perusahaan, dan jenis perusahaan ;

Nama, jenis kelamin, umur, dan alamat pekerja/buruh ;

Jabatan atau jenis pekerjaan ;

Tempat pekerjaan ;

Besarnya upah dan cara pembayarannya ;

Syarat-syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban pengusaha dan pekerja/buruh ;

Memulai dan jangka waktu berlakunya perjanjian kerja ;

Tempat dan tanggal perjanjian kerja dibuat; dan

Tanda tangan para pihak dalam perjanjian kerja.

Ketentuan dalam perjanjian kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf (e) dan huruf (f), tidak boleh bertentangan dengan peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Perjanjian kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat sekurang-kurangnya rangkap 2 (dua), yang mempunyai kekuatan hukum yang sama, serta pekerja/ buruh dan pengusaha masing-masing mendapat 1 (satu) perjanjian kerja.

Pasal 55

Perjanjian kerja tidak dapat ditarik kembali dan/atau diubah, kecuali atas persetujuan para pihak.

Pasal 56

Perjanjian kerja dibuat untuk waktu tertentu atau untuk waktu tidak tertentu.

Perjanjian kerja untuk waktu tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan atas :

Jangka waktu; atau

Selesainya suatu pekerjaan tertentu.

Pasal 57

Perjanjian kerja untuk waktu tertentu dibuat secara tertulis serta harus menggunakan bahasa Indonesia dan huruf latin.

Perjanjian kerja untuk waktu tertentu yang dibuat tidak tertulis bertentangan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan sebagai perjanjian kerja untuk waktu tidak tertentu.

Dalam hal perjanjian kerja dibuat dalam bahasa Indonesia dan bahasa asing, apabila kemudian terdapat perbedaan penafsiran antara keduanya, maka yang berlaku perjanjian kerja yang dibuat dalam bahasa Indonesia .

Pasal 58

Perjanjian kerja untuk waktu tertentu tidak dapat mensyaratkan adanya masa percobaan kerja.

Dalam hal disyaratkan masa percobaan kerja dalam perjanjian kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1), masa percobaan kerja yang disyaratkan batal demi hukum.

Pasal 59

Perjanjian kerja untuk waktu tertentu hanya dapat dibuat untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu, yaitu :

Pekerjaan yang sekali selesai atau yang sementara sifatnya ;

Pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak terlalu lama dan paling lama 3 (tiga) tahun ;

Pekerjaan yang bersifat musiman; atau

Pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan.

Perjanjian kerja untuk waktu tertentu tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang bersifat tetap.

Perjanjian kerja untuk waktu tertentu dapat diperpanjang atau diperbaharui.

Perjanjian kerja untuk waktu tertentu yang didasarkan atas jangka waktu tertentu   dapat diadakan untuk paling lama 2 (dua) tahun dan hanya boleh diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun.

Pengusaha yang bermaksud memperpanjang perjanjian kerja waktu tertentu tersebut, paling lama 7 (tujuh) hari sebelum perjanjian kerja waktu tertentu berakhir telah memberitahukan maksudnya secara tertulis kepada pekerja/buruh yang bersangkutan.

Pembaharuan perjanjian kerja waktu tertentu hanya dapat diadakan setelah melebihi masa tenggang waktu 30 (tiga puluh) hari berakhirnya perjanjian kerja waktu tertentu yang lama, pembaharuan perjanjian kerja waktu tertentu ini hanya boleh dilakukan 1 (satu) kali dan paling lama 2 (dua) tahun.

Perjanjian kerja untuk waktu tertentu tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) maka demi hukum menjadi perjanjian kerja waktu tidak tertentu.

Hal-hal lain yang belum diatur dalam pasal ini akan diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri.

Pasal 60

Perjanjian kerja untuk waktu tidak tertentu dapat mensyaratkan masa percobaan kerja paling lama 3 (tiga) bulan.

Dalam masa percobaan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pengusaha dilarang membayar upah di bawah upah minimum yang berlaku.

Pasal 61

Perjanjian kerja berakhir apabila :

Pekerja meninggal dunia ;

Berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja ;

Adanya keputusan pengadilan dan atau putusan atau penetapan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap ; atau

Adanya keadaan atau kejadian tertentu yang dicantumkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama yang dapat menyebabkan berakhirnya hubungan kerja.

Perjanjian kerja tidak berakhir karena meninggalnya pengusaha atau beralihnya hak atas perusahaan yang disebabkan penjualan pewarisan, atau hibah.

Dalam hal terjadi pengalihan perusahaan maka hak-hak pekerja/buruh menjadi tanggung jawab pengusaha baru, kecuali ditentukan lain dalam perjanjian pengadilan yang tidak mengurangi hak-hak pekerja/buruh.

Dalam hal pengusaha, orang perseorangan, meninggal dunia, ahli waris pengusaha dapat mengakhiri perjanjian kerja setelah merundingkan dengan pekerja/buruh.

Dalam hal pekerja/buruh meninggal dunia, ahli waris pekerja/buruh berhak mendapatkan hak-haknya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku atau hak-hak yang telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.

Pasal 62

Apabila salah satu pihak mengakhiri hubungan kerja sebelum berakhirnya jangka waktu yang ditetapkan dalam perjanjian kerja waktu tertentu, atau berakhirnya hubungan kerja bukan karena ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (1), pihak yang mengakhiri hubungan kerja diwajibkan membayar ganti rugi kepada pihak lainnya sebesar upah pekerja/buruh sampai batas waktu berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja.

Pasal 63

Dalam hal perjanjian kerja waktu tidak tertentu dibuat secara lisan, maka pengusaha wajib membuat surat pengangkatan bagi pekerja/buruh yang bersangkutan.

Surat pengangkatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sekurang-kurangnya memuat keterangan :

Nama dan alamat pekerja/buruh ;

Tanggal mulai bekerja ;

Jenis pekerjaan ; dan

Besarnya upah.

Pasal 64

Perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lainnya melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau penyediaan jasa pekerja/buruh yang dibuat secara tertulis.

Pasal 65

Penyerahan sebagaian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lain dilaksanakan melalui perjanjian pemborongan pekerjaan yang dibuat secara tertulis.

Pekerjaan yang dapat diserahkan kepada perusahaan lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :

Dilakukan secara terpisah dari kegiatan utama ;

Dilakukan dengan perintah langsung atau tidak langsung dari pemberi pekerjaan ;

Merupakan kegiatan penunjang perusahaan secara keseluruhan ; dan

Tidak menghambat proses produksi secara langsung.

Perusahaan lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus berbentuk badan hukum.

Perlindungan kerja dan syarat-syarat kerja bagi pekerja/buruh pada perusahaan lain sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sekurang-kurangnya sama dengan perlindungan kerja dan syarat-syarat kerja pada perusahaan pemberi pekerjaan atau sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Perubahan dan/atau penambahan syarat-syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri.

Hubungan kerja dalam pelaksanaan pekerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam perjanjian kerja secara tertulis antara perusahaan lain dan pekerja/buruh yang dipekerjakannya.

Hubungan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dapat didasarkan atas perjanjian kerja waktu tidak tertentu atau perjanjian kerja waktu tertentu apabila memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59.

Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dan ayat (3), tidak terpenuhi, maka demi hukum status hubungan kerja pekerja/buruh dengan perusahaan penerima pemborongan beralih menjadi hubungan kerja pekerja/buruh dengan perusahaan pemberi pekerjaan.

Dalam hal hubungan kerja beralih ke perusahaan pemberi pekerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (8). maka hubungan kerja pekerja/buruh dengan pemberi pekerjaan sesuai dengan hubungan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (7).

Pasal 66

Pekerja/buruh dari perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh tidak boleh digunakan oleh pemberi kerja untuk melaksanakan kegiatan pokok atau kegiatan yang berhubungan langsung dengan proses produksi, kecuali untuk kegiatan jasa penunjang atau kegiatan yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi.

Penyediaan jasa pekerja/buruh untuk kegiatan jasa penunjang atau kegiatan yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi harus memenuhi syarat sebagai berikut :

Adanya hubungan kerja antara pekerja/buruh dan perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh ;

Perjanjian kerja yang berlaku dalam hubungan kerja sebagaimana dimaksud pada huruf (a) adalah perjanjian kerja untuk waktu tertentu yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam pasal 59 dan/atau perjanjian kerja waktu tidak tertentu yang dibuat secara tertulis dan ditandatangani oleh kedua belah pihak ;

Perlindungan upah dan kesejahteraan, syarat-syarat kerja, serta perselisihan yang timbul menjadi tanggung jawab perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh ; dan

Perjanjian antara perusahaan pengguna jasa pekerja/buruh dan perusahaan lain yang bertindak sebagai perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh dibuat secara tertulis dan wajib memuat pasal-pasal sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini.

Penyedia jasa pekerja/buruh merupakan bentuk usaha yang berbadan hukum dan memiliki izin dari instansi yang bertanggung jawab dibidang ketenagakerjaan.

Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2) huruf (a), huruf (b), dan huruf (d) serta ayat (3) tidak terpenuhi, maka demi hukum status hubungan kerja antara pekerja/buruh dan perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh beralih menjadi hubungan kerja antara pekerja/buruh dan perusahaan pemberi pekerja.